Akhir-akhir ini aku belajar banyak untuk membatasi diri. Susah payah kukunci mulutku untuk tak bertanya apapun tentangnya. Aku sadar betul bahwa kadang mengetahui segalanya bukan berarti memiliki akhir yang bahagia. Kadang sang realita lah yang pada akhirnya membuat kita berhenti berupaya.
Waktuku tak banyak sejak awal. Aku menyadarinya lebih awal karena kupikir aku mengenalnya begitu baik. Aku tahu ia akan pergi.
Selama 3 bulan terakhir, aku menemuinya setidaknya 1 atau 2 minggu sekali. Aku membuat berbagai alasan. Dan setiap aku masih menemukannya duduk di kursinya, aku sangat bersyukur untuk jutaan detik terakhir yang membiarkanku memperhatikan rutinitasnya.
Pada akhirnya, aku tahu ia akan pergi. Ke tempat dimana tak ada lagi alasan bagiku untuk sekedar menyapa atau berbasa-basi dengannya. Aku tahu ia takkan kembali. Ready or not, I can't escape from reality; he'll be gone. And this time, could be for forever.
Jika mencintainya adalah dengan merelakannya pergi, apa lagi yang dapat kulakukan untuknya?
Dengan segala kekuranganku, ia akan jauh lebih baik dengan yang lain. Ia akan tetap menempati ruang yang tak tergantikan di hatiku, aku akan tetap mencintainya. Dan seseorang yang mendampinginya juga akan mencintainya jauh lebih baik daripada aku. Ia dengan jalannya, aku dengan jalanku.
7 tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal seseorang. Kami pernah menjadi teman, atasan dan bawahan, kekasih, rekan kerja, sahabat.. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa menjadi bagian dari suatu keluarga; aku belajar mencintai selain diriku sendiri.
Kami tak hanya berbagi tawa yang terlalu indah hingga membuatku menangis kala mengingatnya, namun juga saling menorehkan luka yang takkan pernah hilang selamanya.
Bukan pertama kalinya ia pergi. Beberapa kali ia menghilang. Dan kembali.
Namun kali ini berbeda. Kami sama-sama sudah terlalu tua untuk bertingkah seperti anak kecil. Kami menyadari berlalunya waktu. Kami tak ingin sendiri. Kami terlalu lelah untuk datang dan pergi dan bertingkah seperti anak kecil. Kami ingin berhenti untuk saling menyakiti.
Ia mampu membagi cintanya. Ia mencintai tiap orang dengan caranya. Jika ada cara termudah untuk meminimalisasi resiko sakit hati, mungkin ia telah menemukannya. Ia takkan sungguh-sungguh mencintai seseorang demikian besarnya. Ia membuat pilihan. Ia yang menentukan siapa saja yang akan memasuki dunianya. Ia tak perlu mengatakan banyak hal, namun ia telah melakukannya; cukup banyak untuk membuatnya dicintai.
Aku menyalahkannya, mengutuk keegoisannya.
Aku mengerti, dan merasa sangat terluka.
Aku menginginkan kebahagiannya namun tak pernah sungguh-sungguh mengikhlaskannya. Aku belum bisa, aku masih mencoba..
Dan kini ia akan pergi lagi, meninggalkanku sendiri bersama kekosongan tak bertepi..
Once upon a time.. |
I miss your voice.. |
I really wish that someday we'll go to the real beach. We've never been there together.. |
I always capture you silently.. |
One day at work.. |
Long hair makes you looked maturer.. |
Miss this moment in last 3 years.. |
I felt I wasn't pretty enough.. I was nervous.. I wanna be captured in ur heart, not ur mobile phone.. |
I'm gonna miss you.. so much.. |
We seldom pose just two of us.. In fact, 'you n I' pictures can be counted. |
No comments:
Post a Comment