Friday, April 12, 2013

Grandma - last memory

When someone you lose becomes a memory, the memories become a treasure.

27 March 2013

Siang

Aku gugup. Entah sudah berapa lama tak kupijakkan kakiku di bangunan itu. 2 tahun, mungkin 3 tahun.  Penyejuk udara di Sekretariat Paroki Santa Helena-Karawaci membuatku sejuk setelah bermandikan terik sang surya yang membakar kulitku.

Tanpa banyak basa-basi aku pun mengutarakan tujuan kedatanganku. Aku bertaruh dalam hati, menantang Tuhanku. 

"Maaf bu, Romonya yang satu mau keluar, yang satu lagi sakit." kata sang petugas.

Dalam hati aku berkomentar sinis. 

Motorku telah melaju hingga ke gardu satpam ketika kuangkat panggilan telepon yang ternyata dari petugas sebelumnya. Seorang Romo bersedia memberikan Sakramen Pengurapan.
Kutarik ucapan sinisku pada Sang Pencipta.

Aku tiba lebih dulu di RSU Siloam. Tanteku sudah ada disana. Kupandangi Omaku yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien. 
Ginjalnya sudah menyebarkan racun sehingga jantungnya membengkak, dan paru-paru nya sudah terisi air. 

Tanteku telah menjadi mualaf. Ketika sang Romo yang tak kukenal dan tak kuketahui namanya itu datang, aku lah yang pada akhirnya mendampingi Omaku.

Saat itu aku sungguh-sungguh berdoa. 
Ketika didoakan, monitor jantungnya menunjukkan bahwa nafasnya sempat terhenti beberapa kali. Saat itu aku sadar, Omaku sudah siap.
Jantungnya kembali berdenyut setelah kami selesai berdoa.
Aku lega. Mami, Glen dan George sudah berbicara melalui telepon, Omaku dapat mendengar suara mereka.

Siang itu aku kembali ke benmak untuk beristirahat sejenak. Tak lama kemudian, aku pun beranjak ke rumah temanku.

Sore itu aku pergi dengan Huang menghadiri ulang tahun temannya yang kukenal, Afen. 
Kami belum lama makan di salah satu mal di Jakarta ketika mami mengabariku mengenai Oma. 
Aku tak menangis. Ada rasa kehilangan dan lega karena Oma tak lagi menderita. 

Sesampainya di Tangerang, aku berganti pakaian dan membeli bunga terakhir untuk Oma. Untung saja ada Huang, Raendy dan Annes yang menemaniku.

Selama perjalanan, aku mencoba mengingat kembali sosok Oma.
Ia tak pernah gemuk. Saat aku kecil, Oma lah yang membelikanku agar-agar atau choki-choki di warung Pak Tommi sewaktu aku masih tinggal di Sangiang.
Pohon belimbingnya lah yang pertama kali kupanjat hingga aku mencapai atap, hehehehe...
Coca-cola dan ayam McDonalds adalah kesukaannya.
Selebihnya, ia orang yang perhatian, penih rasa kasih sayang, dan baik hati tentunya.

Semoga Oma berbahagia disisiNya... We love you, Oma..



No comments:

Post a Comment